Pemerintah menilai, masuknya dana asing ke perusahaan ritel bukan hal yang perlu dihalangi. Terpenting, masuknya asing ke bisnis ritel lokal tetap mematuhi aturan yang berlaku di Indonesia. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Subagyo mengatakan, masuknya asing ke ritel lokal melalui mekanisme akuisisi, penggabungan, atau kerjasama tidak perlu diatur ketat dalam Peraturan Presiden (Perpres) 111 tentang Daftar Negatif Investasi (DNI).

“Terkait ritel modern, Kemendag hanya mengatur, untuk kriteria minimarket harus 100% dimiliki lokal. Itu harus ditaati. Masuknya asing ke ritel lokal tidak perlu dihambat dengan merevisi Perpres 111. Tidak perlu dengan instrumen itu, bisa dengan yang lain. Misalnya, ritel itu tetap harus menggunakan tenaga kerja lokal.
Selain itu, jika ritel itu menggunakan konsultan, harus konsultan yang bisa berbahasa Indonesia. Sebenarnya itu sudah diatur oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi,” tutur Subagyo di sela seminar dan diskusi panel tentang Meningkatkan Potensi Ritel Domestik Guna Menghadapi Perdagangan Bebas (AC-FTA) Dalam Rangka Penguatan Ekonomi Nasional di Jakarta, Jumat (12/2). Selain itu, ujar dia, Indonesia juga membutuhkan masuknya nvestasi asing. Sehingga, kata dia, harus dipersilakan masuk.
“Misalnya, Indonesia mau membangun pelabuhan atau sarana transportasi. Itu kan investasi besar. Kalau ditentukan domestik harus 75%, ternyata tidak ada pengusaha dalam negeri yang mampu, bagian besarnya di pemerintah. Kalau tidak begitu, nggak kerja, dan nggak terwujud,” ujar dia.
Hal senada disampaikan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Benjamin J Mailool. Menurut dia, masuknya investasi asing ke perusahaan ritel lokal justru harus didukung. Terutama, kata dia, jika dana itu masuk dengan mekanisme perusahaan joint venture dan pasar modal. “Harus disadari, dana yang masuk ke pasar modal itu kan sudah borderless, tidak lagi bisa dibatasi nationality-nya.
Sementara itu, perusahaan butuh ekspansi dan membutuhkan modal. Di sisi lain, meski dana asing masuk, pengelolaan perusahaan tidak berubah tetap menggunakan SDM lokal. Jangan sampai investor asing ditakut-takuti masuk ke Indonesia. Semua pihak harus menjaga kondisi dan kebijakan berusaha,” ujar Benjamin.
Dia menambahkan, dengan suntikan dana asing, sebuah perusahaan ritel bisa menggenjot ekspansi. Hal itu, kata dia, menggairahkan perekonomian masyarakat. Sebab, jelas Benjamin, jika setiap tahun sebuah peritel modern membuka 10 gerai per tahun, membuka lapangaan kerja baru bagi sekitar 400 orang. “Artinya, ada sekitar 4.000 tenaga kerja baru setiap tahun. Belum lagi kalau lebih dari satu peritel yang ekspansi. Dia menambahkan, perusahaan ritel dapat memperlancar jaringan distribusi barang di Indonesia.
Service Surcharge
Sementara itu, dalam sambutan pembukaannya, Dewan Pembina Aprindo Eddy Hartono mengeluhkan, kenaikan ongkos sewa ruangan di pusat-pusat perbelanjaan. “Kami meminta pengelola pusat belanja jangan seenaknya menaikkan ongkos sewa biar bisa mensubsidi peritel besar. Selain itu, pengelola mal juga sudah menaikkan service surcharge, padahal tarif listrik belum naik,” kata Eddy.
Menurut dia, biaya jasa pengelolaan dan pemeliharaan gedung pusat perbelanjaan yang dibebankan kepada penyewa mal (tenant) saat ini naik rata-rata 10-15%. Sementara itu, Benjamin Mailool mengatakan, harga sewa mal saat ini belum menunjukkan tingkat kenaikan yang tidak rasional. Menurut dia, biaya pemeliharaan dan pengelolaan gedung tidak hanya dipengaruhi tarif dasar listrik. Kenaikan ongkos sewa dan jasa pemeliharaan gedunga, ujar dia, dapat dipicu oleh ongkos sub kontrak untuk maintenance juga naik atau peralatan untuk itu yang naik harga.
“Pada akhirnya, persoalan harga sewa ini harus dikembalikan ke negeosiasi b to b masing-masing pihak. Yang penting, berprinsip rasional, komersial, dan logika. Pemerintah tidak perlu membuat peraturan untuk itu, cukup mengawasi. Jika terjadi kenaikan signifikan yang tidak rasional hingga berakibat ke harga produk yang menjadi beban konsumen, baru pemerintah turun tangan. Saat ini, belum ada kenaikan yang tidak rasional,” jelas Benjamin.
Hal senada disampaikan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu. “Saya berharap, permasalahan tersebut dapat segera diselesaikan. Bisa dibicarakan dalam forum komunikasi,” ujar Mari Elka. Sementara itu, CEO Senayan City Handaka Santosa menuturkan, hingga saat ini pihaknya belum menaikkan ongkos sewa mal. “Di sisi lain, soal harga sewa ini tidak bisa disamaratakan. Sebab, pemilik mal juga pasti menyesuaikan dengan segmentasi target pasar mal dan ritel tersebut,” ungkap Handaka. Sumber: (Investor Indonesia)
Salah satu gerai ritel asing yang beroperasi di tanah air
Selain itu, jika ritel itu menggunakan konsultan, harus konsultan yang bisa berbahasa Indonesia. Sebenarnya itu sudah diatur oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi,” tutur Subagyo di sela seminar dan diskusi panel tentang Meningkatkan Potensi Ritel Domestik Guna Menghadapi Perdagangan Bebas (AC-FTA) Dalam Rangka Penguatan Ekonomi Nasional di Jakarta, Jumat (12/2). Selain itu, ujar dia, Indonesia juga membutuhkan masuknya nvestasi asing. Sehingga, kata dia, harus dipersilakan masuk.
“Misalnya, Indonesia mau membangun pelabuhan atau sarana transportasi. Itu kan investasi besar. Kalau ditentukan domestik harus 75%, ternyata tidak ada pengusaha dalam negeri yang mampu, bagian besarnya di pemerintah. Kalau tidak begitu, nggak kerja, dan nggak terwujud,” ujar dia.
Hal senada disampaikan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Benjamin J Mailool. Menurut dia, masuknya investasi asing ke perusahaan ritel lokal justru harus didukung. Terutama, kata dia, jika dana itu masuk dengan mekanisme perusahaan joint venture dan pasar modal. “Harus disadari, dana yang masuk ke pasar modal itu kan sudah borderless, tidak lagi bisa dibatasi nationality-nya.
Sementara itu, perusahaan butuh ekspansi dan membutuhkan modal. Di sisi lain, meski dana asing masuk, pengelolaan perusahaan tidak berubah tetap menggunakan SDM lokal. Jangan sampai investor asing ditakut-takuti masuk ke Indonesia. Semua pihak harus menjaga kondisi dan kebijakan berusaha,” ujar Benjamin.
Dia menambahkan, dengan suntikan dana asing, sebuah perusahaan ritel bisa menggenjot ekspansi. Hal itu, kata dia, menggairahkan perekonomian masyarakat. Sebab, jelas Benjamin, jika setiap tahun sebuah peritel modern membuka 10 gerai per tahun, membuka lapangaan kerja baru bagi sekitar 400 orang. “Artinya, ada sekitar 4.000 tenaga kerja baru setiap tahun. Belum lagi kalau lebih dari satu peritel yang ekspansi. Dia menambahkan, perusahaan ritel dapat memperlancar jaringan distribusi barang di Indonesia.
Service Surcharge
Sementara itu, dalam sambutan pembukaannya, Dewan Pembina Aprindo Eddy Hartono mengeluhkan, kenaikan ongkos sewa ruangan di pusat-pusat perbelanjaan. “Kami meminta pengelola pusat belanja jangan seenaknya menaikkan ongkos sewa biar bisa mensubsidi peritel besar. Selain itu, pengelola mal juga sudah menaikkan service surcharge, padahal tarif listrik belum naik,” kata Eddy.
Menurut dia, biaya jasa pengelolaan dan pemeliharaan gedung pusat perbelanjaan yang dibebankan kepada penyewa mal (tenant) saat ini naik rata-rata 10-15%. Sementara itu, Benjamin Mailool mengatakan, harga sewa mal saat ini belum menunjukkan tingkat kenaikan yang tidak rasional. Menurut dia, biaya pemeliharaan dan pengelolaan gedung tidak hanya dipengaruhi tarif dasar listrik. Kenaikan ongkos sewa dan jasa pemeliharaan gedunga, ujar dia, dapat dipicu oleh ongkos sub kontrak untuk maintenance juga naik atau peralatan untuk itu yang naik harga.
“Pada akhirnya, persoalan harga sewa ini harus dikembalikan ke negeosiasi b to b masing-masing pihak. Yang penting, berprinsip rasional, komersial, dan logika. Pemerintah tidak perlu membuat peraturan untuk itu, cukup mengawasi. Jika terjadi kenaikan signifikan yang tidak rasional hingga berakibat ke harga produk yang menjadi beban konsumen, baru pemerintah turun tangan. Saat ini, belum ada kenaikan yang tidak rasional,” jelas Benjamin.
Hal senada disampaikan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu. “Saya berharap, permasalahan tersebut dapat segera diselesaikan. Bisa dibicarakan dalam forum komunikasi,” ujar Mari Elka. Sementara itu, CEO Senayan City Handaka Santosa menuturkan, hingga saat ini pihaknya belum menaikkan ongkos sewa mal. “Di sisi lain, soal harga sewa ini tidak bisa disamaratakan. Sebab, pemilik mal juga pasti menyesuaikan dengan segmentasi target pasar mal dan ritel tersebut,” ungkap Handaka. Sumber: (Investor Indonesia)
Tidak ada komentar